Gambar Sampul Antropologi · Bab 3 Bahasa dan Dialek
Antropologi · Bab 3 Bahasa dan Dialek
EmmyIndriyawati

22/08/2021 08:16:28

SMA 11 KTSP

Lihat Katalog Lainnya
Halaman

Tujuan pembelajaran Anda pada bab ini adalah:

x

dapat mengamati ragam bahasa dan dialek yang digunakan

oleh masyarakat di Indonesia;

x

dapat menjelaskan keterkaitan antara bahasa dan dialek;

x

dapat menjelaskan keberadaan dan perkembangan tradisi lisan

masyarakat setempat;

x

dapat mengidentifikasi macam-macam bahasa di Indonesia

beserta karakteristiknya;

x

dapat mengembangkan sikap-sikap kepedulian terhadap

bahasa, dialek, dan tradisi lisan.

Kata-Kata Kunci

x

Bahasa

x

Dialek

x

Tradisi lisan

Sumber:

Indonesian Heritage

, 2002

Indonesia terdiri atas beribu-ribu pulau

yang dihuni oleh berbagai macam suku

bangsa dengan berbagai bahasa dan dialek.

Masing-masing daerah memiliki bahasa dan

dialek. Meskipun bahasa dan dialek yang ada

di tanah air kita beragam, tetapi masih ada

kesamaan unsur-unsurnya.

Bahasa daerah merupakan kebanggaan

daerah yang memperkaya kebudayaan

nasional. Untuk memahami dan mendalami

mengenai kesamaan dan keberagaman bahasa

dan dialek yang ada di Indonesia, pelajarilah

materi pada bab ini dengan baik.

BAB 3

BAHASA DAN DIALEK

Antropologi SMA Jilid 1

100

Bahasa dan Dialek

101

Bahasa adalah salah satu ciri khas yang dimiliki oleh manusia

untuk membedakan dari makhluk-makhuk yang lain. Bahasa juga

berfungsi sebagai alat komunikasi antarmanusia. Hampir tiap

daerah mempunyai bahasa daerah sendiri-sendiri dan biasanya

disertai dengan logat atau dialek yang berbeda-beda. Hal itu

menunjukkan ciri khas masing-masing daerah.

Bahasa daerah berfungsi sebagai berikut.

1.

Lambang kebanggaan daerah.

2.

Lambang identitas daerah.

3.

Alat perhubungan di dalam keluarga dan masyarakat daerah.

Selain fungsi tersebut di atas, bahasa daerah juga berfungsi

sebagai pendukung bahasa kebangsaan. Dalam hal ini bahasa

daerah sebagai bahasa pengantar di sekolah dasar di daerah tertentu

pada tingkat permulaan untuk memperlancar pengajaran Bahasa

Indonesia dan mata pelajaran lain. Selain itu juga sebagai alat

pengembangan serta pendukung kebudayaan daerah. Untuk itu

kita sebagai warga negara yang baik hendaknya menjunjung tinggi

bahasa daerah dan bangga akan bahasa daerah yang dimiliki.

A. Bahasa dan Dialek yang Digunakan dalam

Masyarakat

Fungsi bahasa secara umum, yaitu untuk berkomunikasi. Kita

berkomunikasi dengan orang lain dengan menggunakan bahasa.

Menurut Prof. Dr. Samsuri (1980), bahasa tidak dapat terpisahkan

dari manusia dan mengikuti di dalam setiap pekerjaannya. Mulai

bangun pagi-pagi sampai larut malam sebelum tidur manusia tidak

lepas memakai bahasa.

Di rumah kita berkomunikasi dengan anggota keluarga yang

lain, misal bapak, ibu, kakak, atau adik. Di luar rumah kita

berkomunikasi dengan tetangga, di perjalanan apabila naik angkutan

umum kita bisa berkomunikasi dengan orang yang di dekat kita, di

sekolah atau di tempat kerja kita juga berkomunikasi dengan teman

sekolah atau rekan kerja.

Dialek adalah variasi bahasa dari sekelompok penutur yang

jumlahnya relatif yang berada pada satu tempat, wilayah atau area

tertentu. Di Indonesia terdapat ratusan bahasa daerah dan ratusan

dialek yang digunakan dalam masyarakat. Dalam penggunaan

bahasa dan dialek, kita harus bisa menempatkan di mana kita sedang

berada dan kepada siapa kita berkomunikasi, misalnya di kantor, di

pasar atau di terminal.

Tujuan pembelajaran

Anda adalah dapat

mengamati bahasa dan

dialek yang digunakan

oleh masyarakat.

Antropologi SMA Jilid 1

102

1. Bahasa dan dialek yang digunakan oleh komunitas

di kantor

Kantor adalah suatu tempat pelayanan masyarakat yang

di dalamnya terdapat pimpinan, pembantu pimpinan, dan staf

(karyawan) serta masyarakat yang membutuhkan pelayanan

di tempat tersebut.

Misalnya:

– Bank, di dalamnya ada direktur, wakil direktur, karyawan,

dan nasabah bank.

Sekolah, di dalamnya ada kepala sekolah, wakil kepala

sekolah, guru, penjaga sekolah, dan murid.

Bahasa dan dialek yang digunakan di

kantor harus bahasa formal/resmi/nasional,

yaitu bahasa Indonesia.

Di kantor, kita harus menggunakan

bahasa Indonesia yang baik dan benar. Mi-

salnya kita menyapa/memberi salam kepada

rekan kerja pada pagi hari: “Selamat pagi,

Pak/Bu!”.

Apabila di sekolah, para guru khususnya

harus menggunakan bahasa Indonesia yang

benar sesuai kaidah dalam bahasa Indonesia,

mulai tingkat Sekolah Dasar sampai Per-

guruan Tinggi. Para murid/siswa harus diajak

menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan

benar. Contoh guru membuka/memulai pe-

lajaran di ruang kelas

XI,

mata pelajaran

antropologi. “ Selamat pagi, anak-anak!, pada

pertemuan kali ini kita akan membahas materi

bahasa dan dialek yang digunakan oleh

komunitas masyarakat di kantor”.

2. Bahasa dan dialek yang digunakan oleh komunitas

masyarakat di pasar

Pasar adalah suatu tempat pelayanan umum yang di

dalamnya terdapat penjual, pembeli, pengangkut barang,

petugas kebersihan, dan sebagainya. Jadi, komunitas masya-

rakat di pasar lebih bervariasi, baik itu pekerjaan, pendidikan,

usia, pakaian yang dikenakan, dan sebagainya. Bahasa dan

dialek yang digunakan di pasar tradisional adalah bahasa

daerah setempat. Misal: di Pasar Johar Semarang (Jawa

Tengah), komunitas masyarakatnya menggunakan bahasa

Jawa.

Sumber:

Ensiklopedi Umum untuk Pelajar,

2005

S

Gambar 3.1 Bahasa formal biasa digunakan dalam

lingkungan kerja (pemerintah maupun swasta).

Bahasa dan Dialek

103

Contoh dialog antara penjual dan pembeli dengan

menggunakan bahasa Jawa.

– Pembeli “

Endhoge sekilo regane pira

?”

(Telornya satu kilogram harganya berapa?).

– Penjual “

Wolungewu limangatus rupiah

,

Bu

”.

(Delapan ribu lima ratus rupiah, Bu).

3. Bahasa dan dialek yang digunakan oleh komunitas

masyarakat di terminal

Terminal adalah tempat pemberhentian dan pemberang-

katan angkutan umum bus dari dan ke berbagai jurusan.

Di dalam lingkungan terminal

terdapat kepala terminal, petugas

administrasi, kebersihan, dan ke-

amanan. Juga ada awak bus (sopir,

kernet, kondektur), penumpang,

pedagang di kios, pedagang asongan,

pengamen, dan pengemis.

Komunitas masyarakat di ter-

minal yang beraneka ragam tersebut

menjadikan bahasa yang mereka

gunakan juga beberapa macam,

yaitu bahasa Indonesia dan bahasa

daerah. Misal: Komunitas masya-

rakat di terminal Lebak Bulus Ja-

karta menggunakan bahasa Indone-

sia dan bahasa daerah (Sunda dan

Betawi).

Praktik Antropologi

(Rasa Ingin Tahu dan

Kecakapan Personal)

Kunjungilah pasar

yang terdekat di daerah

Anda. Coba Anda amati

penggunaan bahasa

oleh masyarakat yang

sedang berada di pasar.

Bahasa dan dialek apa

yang digunakan oleh

masyarakat tersebut?

Serta tuliskan contoh-

contohnya sesuai de-

ngan daerah Anda ma-

sing-masing. Kumpul-

kan hasil kerja Anda

kepada bapak/ibu guru.

Sumber:

Dokumen Penerbit

S

Gambar 3.2

Pasar merupakan tempat bertemunya para pedagang

dan pembeli dari berbagai tempat. Hal itu menyebabkan penggunaan

bahasa dan dialek yang khas di pasar.

Sumber:

http://images.google.co.id

S

Gambar 3.3

Di terminal masyarakat menggunakan bahasa

dan dialek yang bermacam-macam, karena mereka berasal dari

beberapa daerah yang berbeda.

Antropologi SMA Jilid 1

104

Berikut ini beberapa bahasa dan dialek yang ada di Indone-

sia.

1. Bahasa Jawa

Bahasa Jawa tergolong subkeluarga Hesperonesia dari

keluarga bahasa Melayu – Polinesia. Bahasa Jawa telah di-

pelajari dengan saksama oleh sarjana-sarjana Inggris, Jerman,

dan terutama Belanda. Pada umumnya mereka menggunakan

metode-metode filologi dan bukan metode-metode linguistik.

Bahasa Jawa memiliki suatu sejarah kesusastraan yang dapat

dikembalikan pada abad ke-8. Pada masa itu bahasa Jawa

telah berkembang melalui beberapa fase yang dapat dibeda-

bedakan atas dasar beberapa ciri idiomatik yang khas dan

beberapa lingkungan kebudayaan yang berbeda-beda dari

setiap pujangganya. Dengan demikian kecuali bahasa Jawa

sehari-hari, masih ada bahasa Jawa kesusastraan yang secara

kronologi dapat dibagi ke dalam enam fase sebagai berikut.

a. Bahasa Jawa Kuno yang dipakai dalam prasasti-prasasti

keraton pada zaman antara abad ke-8 dan ke-10 dipahat

pada batu atau diukir pada perunggu, dan bahasa seperti

yang dipergunakan dalam karya-karya kesusastraan kuno

abad ke-10 hingga ke-14. Sebagian kecil dari naskah-nas-

kah Jawa Kuno yang kita miliki sekarang dibuat di Jawa

Tengah dan sebagian besar ditulis di Jawa Timur. Kita tidak

mengetahui sampai di mana idiom bahasa kesusastraan

Jawa Kuno yang seluruhnya ditulis dalam bentuk puisi

(

kakawin

) itu juga digunakan dalam bahasa sehari-hari

pada saat itu.

b. Bahasa Jawa Kuno yang dipergunakan dalam kesusastraan

Jawa Bali

Kesusastraan ini ditulis di Bali dan di Lombok sejak abad

ke-14. Setelah kedatangan Islam di Jawa Timur, kebu-

dayaan-kebudayaan Hindu-Jawa pindah ke Bali dan me-

netap di sana. Bahasa kesusastraan ini hidup terus sampai

abad ke-20, tetapi ada perbedaan yang pokok dengan

bahasa yang dipakai sehari-hari di Bali sekarang.

c. Bahasa yang dipergunakan dalam kesusastraan Islam di

Jawa Timur

Kesusastraan ini ditulis pada zaman berkembangnya

kebudayaan Islam yang menggantikan kebudayaan Hindu

– Jawa di daerah aliran Sungai Brantas dan daerah hilir

Sungai Bengawan Solo pada abad ke-16 dan ke-17.

Cakrawala Budaya

Menurut B. F. Grimes,

saat ini Indonesia me-

miliki sekitar 700 bahasa

daerah. Adapun yang

paling banyak penutur-

nya adalah bahasa Jawa

dengan jumlah penutur

lebih dari 70 juta orang.

Penutur bahasa Sunda

mencapai 27 juta orang.

Penutur bahasa Madura

mencapai lebih dari 13

juta orang. Bahasa-ba-

hasa daerah yang jum-

lah penuturnya kecil,

pada umumnya terdapat

di wilayah yang terpen-

cil.

Bahasa dan Dialek

105

d. Bahasa kesusastraan kebudayaan Jawa-Islam di daerah

Pesisir

Kebudayaan yang berkembang di pusat-pusat agama di

kota-kota pantai utara Pulau Jawa pada abad ke-17 dan

ke-18, oleh masyarakat Jawa sendiri disebut kebudayaan

Pesisir.

Orang Jawa juga membedakan antara kebudayaan Pesisir

yang lebih muda, yang berpusat di kota Pelabuhan Cirebon

dan suatu kebudayaan Pesisir Timur yang lebih tua yang

berpusat di Kota Demak, Kudus, dan Gresik.

e. Bahasa kesusastraan di Kerajaan Mataram

Bahasa ini adalah bahasa yang dipakai dalam karya-karya

kesusastraan para pujangga keraton Kerajaan Mataram

pada abad ke-18 dan ke-19. Lingkungan Kerajaan

Mataram terletak di daerah aliran Sungai Bengawan Solo

di tengah kompleks Pegunungan Merapi, Merbabu, Lawu

di Jawa Tengah, di mana bertemu juga lembah Sungai Opak

dan Praga.

f. Bahasa Jawa masa kini

Bahasa Jawa masa kini adalah bahasa yang dipakai dalam

percakapan sehari-hari masyarakat Jawa dan dalam buku-

buku serta surat-surat kabar berbahasa Jawa pada abad

ke-20 ini.

Adat sopan santun Jawa menuntut penggunaan gaya

bahasa yang tepat. Kondisi tersebut tergantung dari tipe

interaksi tertentu yang memaksa orang untuk terlebih dahulu

menentukan setepat mungkin kedudukan orang yang diajak

berbicara. Sebelum Perang Dunia I mobilitas sosial akibat

pendidikan dan kemajuan ekonomi mengacaukan tingkat-

tingkat sosial Jawa tradisional berdasarkan kelas, pangkat, dan

senioritas. Oleh karena itu, untuk menentukan kedudukan

seseorang dalam interaksi sosial menjadi sulit. Adakalanya

seseorang harus berbicara dengan orang yang lebih tua, tetapi

yang pangkatnya lebih rendah, seorang yang lebih muda, tetapi

memiliki kekayaan yang lebih besar, atau seorang dari lapisan

yang lebih tinggi tetapi dengan pangkat lebih rendah. Keadaan

seperti itu dapat menimbulkan suasana yang canggung bagi

kedua belah pihak. Kesulitan itu menyebabkan orang-orang

Jawa yang sudah mengenyam pendidikan di sekolah-sekolah

Belanda mulai menghindari adat sopan santun dalam

penggunaan bahasa Jawa yang terlalu rumit dan lebih memilih

menggunakan bahasa Belanda.

Antropologi SMA Jilid 1

106

Sudah sejak tahun 1916 ada suatu gerakan bernama

Djawa Dipo yang dirintis oleh orang-orang Jawa yang

bersemangat progresif ingin menghapuskan gaya-gaya

bertingkat dalam ajaran bahasa Jawa dan hanya menggunakan

Ngoko sebagai bahasa dasar. Reaksi terhadap kampanye ini

pada umumnya timbul dari

kalangan bangsawan yang

menyarankan bahwa; apabila

gaya-gaya bertingkat dalam

bahasa Jawa harus dihapus-

kan, sebaiknya yang di-

pertahankan adalah gaya

Kromo dan bukan Ngoko se-

bagai dasar dari bahasa Jawa.

Dengan demikian mereka

tidak memakai suatu gerakan

baru bernama Krama Dewa.

Perubahan-perubahan besar yang terjadi dalam

masyarakat orang Jawa sesudah Perang Dunia ke II

mempunyai pengaruh yang lebih besar lagi terhadap sistem

gaya-gaya bertingkat dalam bahasa Jawa. Kebanyakan dari

orang Jawa yang lahir sesudah zaman itu tidak lagi berusaha

menguasai sistem yang rumit. Proses perubahan dari suatu

masyarakat agraris tradisional dan feodal ke suatu masyarakat

industri yang modern dan demokratis yang sekarang

berlangsung, dengan sendirinya juga menyebabkan adat sopan

santun dalam penggunaan bahasa Jawa mengalami pe-

nyederhanaan. Kecuali perbedaan-perbedaan yang terdapat

dalam gaya-gaya bertingkat yang disebabkan karena per-

bedaan kelas, kedudukan, pangkat, dan senioritas. Bahasa

Jawa juga mempunyai berbagai logat berdasarkan perbedaan

geografis. Th. Pigeud telah menyatakan bahwa sejarah dialek-

dialek Jawa dan persebaran dari bahasa Jawa ke semua daerah

di mana bahasa itu dipergunakan sekarang, tidak banyak

diketahui oleh para ahli.

Ia juga menyatakan bahwa mungkin sekali dahulu sungai-

sungai merupakan sarana lalu lintas, sehingga dengan sen-

dirinya bahasa yang dipakai oleh penduduk dari suatu daerah

aliran sungai menunjukkan persamaan idiom yang berbeda

dengan bahasa yang dipakai oleh penduduk di lembah-lembah

sungai yang lain.

Sumber:

Ensiklopedi Umum untuk Pelajar

, 2005

S

Gambar 3.4

Karakter tulisan Jawa “hanacaraka”.

Bahasa dan Dialek

107

2. Bahasa Gayo

Dalam berbagai karangan sering dinyatakan bahwa

orang Gayo dan Alas merupakan suatu kesatuan kebudayaan,

misalnya saja Van Vollenhoven menggolongkan keduanya

dalam satu lingkaran hukum adat. Apabila di lihat dari segi

bahasa, pada dasarnya bahasa Gayo dan bahasa Alas berbeda.

Kata-kata dan bentuk bahasa Alas banyak dipengaruhi oleh

bahasa-bahasa, seperti bahasa Karo, Pakpak, Singkil, Aceh,

dan Gayo. Jadi, bahasa Gayo hanyalah salah satu bahasa yang

turut memengaruhi. Menurut pendapat para ahli dikatakan

bahwa bahasa Alas dapat dianggap sebagai dialek ketiga dari

bahasa Batak Utara di samping dialek Karo dan Dairi.

Dalam kenyataan, kelompok orang pemakai bahasa Gayo

dan kelompok pemakai bahasa Alas, dalam keadaan biasa

(sebelum mempelajari lebih dahulu) mereka saling tidak

memahami satu dengan yang lain. Namun demikian, tentu saja

antara kedua bahasa ini ada unsur-unsur persamaan tertentu.

Keadaan yang sama tampak juga antara bahasa Gayo dan

bahasa Aceh, meskipun kedua bahasa ini hidup bertetangga.

Pengaruh bahasa Aceh mungkin akan lebih banyak dirasakan

pada kedua kelompok orang Gayo, yaitu kelompok orang Gayo

Seberjadi dan Gayo Kalu. Hal itu dikarenakan letaknya yang

dikelilingi oleh lingkungan bahasa Aceh di samping jumlah

pendukungnya yang sangat kecil.

Seperti diketahui bahwa orang Gayo terbagi atas

beberapa kelompok, yaitu kelompok orang Gayo Lut, Gayo

Deret, Gayo Lues, Seberjadi, dan Kalul. Masing-masing

kelompok ini dipisahkan oleh batas alam dengan prasarana

komunikasi yang buruk, sehingga sulit terjadi kontak antara

satu kelompok dengan yang lainnya. Kontak yang terjadi

terbatas antara kelompok-kelompok ini dalam jangka waktu

yang relatif lama, dan berbedanya pengaruh luar yang diterima,

telah menyebabkan terlihatnya variasi dalam bahasa mereka.

Dilihat dari segi bahasa, kelompok orang Gayo telah

digolongkan oleh sebagian orang ke dalam dua dialek. Pertama

dialek Gayo Lut, yang terbagi pula ke dalam tiga sub dialek,

yaitu subdialek Bukit, Cik, dan Deret. Dialek Gayo Lues juga

terbagi ke dalam subdialek. Seberjadi sendiri meliputi sub-sub

dialek Seberjadi dan Lukup.

Berikut ini contoh dari variasi-variasi tertentu dalam kata-

kata pada subdialek Gayo Lues, Gayo Deret, dan Gayo Lut.

Pada subdialek Gayo Lut itu diperlihatkan beberapa variasi

dari Bukit dan Cik.

Praktik Antropologi

(Apresiasi Terhadap

Keanekaragaman

Budaya dan

Menumbuhkan

Keingintahuan)

Buatlah kelompok yang

terdiri atas 3 – 4 orang.

Carilah buku-buku referen-

si yang membahas menge-

nai dialek daerah-daerah

dalam masyarakat. Buat

kesimpulan dan tunjukkan

perbedaannya.

Kumpulkan hasil kerja An-

da kepada bapak/ibu guru.

Antropologi SMA Jilid 1

108

3. Bahasa Tolaki

Penelitian terhadap bahasa Tolaki belum banyak

dilakukan oleh para sarjana, kecuali H. Van der Kliftn yang

pernah menulis karangan dengan judul

Mededelingen Over

de Faal van Mekongga

.

Ditinjau dari segi lapisan sosial pemakainya, penggunaan

bahasa Tolaki, seperti juga kebanyakan bahasa yang lain,

tampak bervariasi dalam beberapa gaya. Masyarakat Tolaki

sendiri membedakan jenis bahasa Tolaki menjadi tiga, yaitu

tulura anakia

(bahasa golongan bangsawan),

tulura lolo

(bahasa golongan menengah), dan

tulura ata

(bahasa

golongan budak).

Bahasa golongan bangsawan adalah bahasa yang dipakai

dalam berkomunikasi antara sesama golongan bangsawan.

Jika seseorang dari golongan menengah atau golongan budak

berbicara kepada seorang golongan bangsawan maka ia juga

menggunakan kata-kata dalam bahasa golongan bangsawan.

Contoh: bahasa golongan bangsawan, misalnya perkataan:

ipetaliando inggomiu mombe’ihi

. Perkataan tersebut dalam

bahasa golongan menengah untuk sesamanya akan diucapkan

leundo ponga

. Contoh lain:

ipe’ekato inggomiu mekoli

untuk

golongan bangsawan, sedangkan untuk golongan menengah

lakoto poiso

. Bahasa bangsawan ini dalam wujudnya penuh

dengan aturan sopan santun. Bahasa ini juga disebut bahasa

mombokulaloi

, bahasa

mombe’owoso

, bahasa

metabea

, dan

bahasa

mombona’ako

. Bahasa bangsawan pada hakikatnya

adalah suatu pandangan yang melihat golongan bangsawan

sebagai manusia yang lebih dalam banyak hal karena darah

keturunannya, ilmunya, dan kekuasaannya yang lebih tinggi.

Bahasa golongan menengah adalah bahasa yang dipakai

di kalangan umum masyarakat. Berbeda dengan bahasa go-

longan bangsawan yang penuh dengan perasaan melebihkan,

meninggikan, dan membesarkan. Pada bahasa ini antara pem-

bicara dengan pendengar tak ada perbedaan derajat meskipun

berbeda umur dan status sosial dalam masyarakat. Contoh:

bahasa golongan menengah

Leundo atopongga

artinya mari

kita makan,

akuto mo’iso

artinya saya sudah akan tidur,

imbe

nggo lako’amu

artinya ke mana hendak kau pergi.

Bahasa golongan budak adalah bahasa yang dipakai

dalam kalangan budak. Bahasa ini disebut juga bahasa

dalo

langgai

(bahasa orang-orang bodoh), maksudnya bahasa

yang kurang mengikuti aturan-aturan bahasa umum agar

mudah dipahami oleh pendengarnya. Bahasa ini tampak dalam

wujud

tulura bendelaki

(bahasa gagah tetapi sesungguhnya

Praktik Antropologi

(Kecakapan Akademik

dan Personal)

Bacalah buku-buku di

perpustakaan mengenai

penggunaan bahasa

Tolaki berdasarkan

tingkatan sosial sese-

orang dalam masyara-

kat. Buatlah laporan

sederhana dari hasil ka-

jian Anda lalu kumpul-

kan kepada bapak/ibu

guru.

Bahasa dan Dialek

109

kosong isinya),

tulura magamba

(bahasa yang menunjukkan

kesombongan), dan dalam wujud

tulura te’oha-oha

(bahasa

yang paling kasar kedengarannya sebagai lawan dari bahasa

sopan santun, yang berlaku pada bahasa golongan bangsawan).

Contoh: bahasa golongan budak:

akuto mongga me’aroakuto

artinya saya sudah akan makan karena saya sudah lapar,

akutolako merumbahako mokombo’i songguto

artinya saya

sudah akan pergi berbaring karena saya sudah mengantuk.

Ditinjau dari segi teknik berbicara dan makna pembicara-

an serta maksud dan tujuan pembicaraan, tentu juga ada dalam

bahasa Tolaki. Berbagai gaya bahasa, seperti bahasa resmi,

bahasa akrab, bahasa kiasan, dan sebagainya. Namun yang

khusus dalam bahasa Tolaki adalah bahasa lambang

kalo,

yaitu bahasa isyarat dengan menggunakan

kalo

sebagai alat

ekspresi dan komunikasi. Tanpa berkata-kata, penerima bahasa

lambang kalo telah dapat memahami maksud dan tujuan dari

pemakai. Bahasa lambang kalo itu sendiri mengandung makna

tertentu.

Selain dari gaya bahasa seperti di atas, orang Tolaki juga

mengenal adanya bahasa yang disebut

tulura ndonomotuo

,

tulura mbandita

atau

tulura andeguru

,

tulura ndolea

, atau

tulura mbabitara

dan

tulura mbu’akoi

. Bahasa orang tua

adalah bahasa yang dipakai oleh orang tua dalam memberikan

nasihat, petuah, ajaran-ajaran leluhur bagi hidup dan kehidupan,

terutama kepada generasi muda. Bahasa ulama adalah bahasa

seorang ulama dalam berbicara mengenai ilmu dan

pengetahuan tentang dunia hakiki, dunia metafisika, dunia gaib,

dan dunia akhirat. Bahasa upacara adat adalah bahasa yang

dipakai juru bicara dalam urusan adat perkawinan dan urusan

peradilan. Dalam peradilan adat, bahasa ini tampak dalam

wujud harapan-harapan agar pihak yang bersengketa dapat

damai. Adapun dalam urusan perkawinan, misalnya dalam

peminangan, bahasa ini tampak dalam wujud kata-kata

mempertemukan agar kedua belah pihak dapat saling cocok

dengan apa yang harus diputuskan menurut sewajarnya sesuai

dengan ketentuan adat yang berlaku. Seorang juru bicara dalam

urusan perkawinan biasanya mengemukakan pernyataan-

pernyataan yang banyak memberikan pujian terhadap pihak

keluarga wanita dan merendahkan pihak keluarga pria, serta

kata-kata yang melukiskan hal-hal yang lucu, sehingga upacara

menjadi lebih ramai dan lebih akrab.

Bahasa dukun adalah bahasa seorang dukun yang

tampak baik pada upacara-upacara yang bersifat ritual maupun

ketika membicarakan mengenai makhluk halus dan dunia gaib.

Antropologi SMA Jilid 1

110

Tujuan pembelajaran

Anda adalah dapat

menjelaskan keterkait-

an antara bahasa dan

dialek.

Bahasa dukun banyak mengandung pernyataan-pernyataan

menyembah, memuja, memuji, dan meminta perlindungan

terhadap makhluk halus, roh nenek moyang, dewa, dan Tuhan.

Hal itu bertujuan agar dirinya dan orang yang diupacarakan

terhindar dari aneka ragam bala dan bencana, serta meng-

harapkan berkah dari mereka. Bahasa dukun ini disebut juga

tulura

mesomba

(bahasa menyembah) dan

tulura mongoni-

ngoni

(bahasa minta berkah).

Pembicaraan mengenai penggunan bahasa Tolaki dan

penggolongannya yang terurai di atas disebut

varietas

linguistik

. Hubungan sistematik dengan faktor-faktor

sosiolinguistik yang menentukan seleksi dari salah satu varietas

itu tampak pada peranan dan status peserta dalam interaksi

(pembicara dan pendengar) dan pada topik yang dibicarakan.

Kerangka inilah yang digunakan dalam meluluskan jenis-jenis

bahasa Tolaki. Dalam hal ini misalnya ulama mempunyai sta-

tus serta peranan tertentu. Oleh karena itu, digunakan jenis

bahasa tertentu yang mempunyai status dan peranan yang

berbeda. Demikian pula dengan topik untuk bahasa ilmu

pengetahuan, misalnya peranan peserta baik pembicara

maupun pendengar pada saat tertentu dapat konstan dan pada

saat yang lain dapat berubah. Demikian halnya topik yang

dibicarakan dapat konstan dan dapat pula divariasikan.

Perbedaan-perbedaan yang tampak pada variasi bahasa

Tolaki menurut lapisan sosial pemakainya adalah perbedaan-

perbedaan yang bersifat gramatikal dan ungkapan-ungkapan

yang dipakai hanya terbatas pada penggunaan dalam masing-

masing golongan dan tidak dipakai di luar golongan yang

bersangkutan. Dalam hal ini, penggunaan kata dan ungkapan

tersebut sama untuk semua golongan. Adapun perbedaan

antara satu isi atau makna saja disebabkan oleh perbedaan

status sosial. Bangsawan mampunyai perhatian berbeda

dengan rakyat, ulama berorientasi pada agama, cendekiawan

pada ilmu pengetahuan, sedangkan dukun karena pekerjaannya

lebih banyak berbicara tentang pengobatan.

B. Keterkaitan Antara Bahasa dan Dialek

Bahasa, dialek, dan idiolek akan menerangkan perbedaan dan

persamaan antara istilah-istilah itu. Ketiga-tiganya adalah bahasa,

jika yang dibicarakan adalah bahasa seseorang, maka disebut

idiolek. Adanya istilah ini ingin ditonjolkan bahwa sistem bahasa

(idiolek) tiap-tiap orang menunjukkan perbedaan, walaupun idiolek-

idiolek dapat digolongkan satu bahasa.

Bahasa dan Dialek

111

Idiolek-idiolek yang menunjukkan lebih banyak persamaan

dengan idiolek-idiolek lain dapat digolongkan dalam satu kumpulan

kategori yang disebut dialek. Biasanya persamaan ini disebabkan

oleh letak geografi yang berdekatan, yang memungkinkan terjadinya

komunikasi yang sering antara penutur-penutur idiolek itu. Jika

seringnya komunikasi disebabkan oleh kedekatan sosial, yaitu

penutur-penutur idiolek itu termasuk dalam satu golongan masya-

rakat yang sama, maka kategori bahasa mereka itu disebut sosiolek.

Istilah bahasa dalam kerangka ini termasuk dalam kategori

kebahasaan yang terdiri atas dialek-dialek yang masing-masing

penuntunnya saling mengerti (

mutual intellingibility

) dan dianggap

oleh penutur-penuturnya sebagai suatu kelompok kebahasaan yang

sama. Jika bahasa ini sudah pesat perkembangannya, biasanya

terdapat suatu dialek dari bahasa itu yang diterima oleh semua

penutur bahasa itu sebagai dialek baku (standar). Hal itu yang

dimaksud dengan bahasa. Itulah bahasa (sebenarnya dialek) yang

dipergunakan dalam keadaan dan komunikasi resmi.

Bahasa mempunyai dua aspek mendasar, yaitu bentuk (baik

bunyi, tulisan, maupun strukturnya), dan makna (baik leksikal

maupun fungsional, dan struktural). Jika kita mengamati bahasa

dengan terperinci dan teliti, kita akan melihat perbedaan bentuk

dan makna dari sebuah bahasa. Besar kecilnya pengungkapan

antara pengungkapan yang satu dengan pengungkapan yang lain

akan terdengar perbedaan-perbedaannya, umpamanya antarsatuan

bunyi /a/ yang diucapkan seseorang dari waktu yang satu ke waktu

yang lain. Perbedaan-perbedaan bentuk bahasa seperti itu disebut

variasi.

Jika kita bandingkan lafal bunyi /a/ dalam percakapan dua

orang yang berlainan, kita akan lebih jelas melihat perbedaan-

perbedaannya. Apalagi kalau kedua orang yang lafal atau

bahasanya yang kita bandingkan itu datang atau berasal dari daerah

yang berlainan, kelompok atau keadaan sosial yang berbeda, situasi

berbahasa dari tingkat formalitas yang berlainan, ataupun tahun

atau zaman yang berlainan. Umpamanya: tahun 1945 dan tahun

1980, maka akan lebih terang dan nyata perbedaannya.

Contoh lain: yang disebut “kates” di suatu daerah dinamakan

“pepaya”, di daerah lain, dalam suatu keadaan sosial dikatakan

“aku” dan dalam keadaan sosial lain lebih sesuai dipakai “saya”.

Perbedaan-perbedaan bahasa yang kita sebut di atas

menghasilkan ragam-ragam bahasa yang disebut dengan istilah-

istilah yang berlainan. Ragam bahasa yang sehubungan dengan

daerah atau lokasi geografis disebut dialek. Ragam bahasa yang

sehubungan dengan kelompok sosial disebut sosiolek. Ragam

bahasa yang sehubungan dengan situasi berbahasa dan atau tingkat

Antropologi SMA Jilid 1

112

formalitas disebut fungsiolek. Ragam bahasa yang dihasilkan oleh

perubahan bahasa sehubungan dengan perkembangan waktu

disebut bahasa yang lain-lain atau kalau perbedaan itu masih dapat

dianggap perbedaan ragam dalam satu bahasa, kita dapat menyebut

ragam itu secara analok kronolok.

Keempat dimensi variasi bahasa ini dapat kita gambarkan dengan

diagram berikut.

Keterangan diagram: dalam diagram di

samping D menggambarkan variasi

geografi (dialek), S menggambarkan

variasi sosiologis (sosiolek), F meng-

gambarkan variasi fungsional (fung-

siolek), dan K menggambarkan variasi

perjalanan waktu (kronolek).

Suatu ragam bahasa secara teoritis dapat kita gambarkan

secara tepat (akurat) dengan mengacu kepada keempat dimensi

itu. Umpamanya ragam bahasa Indonesia 1950 (K), yang dianggap

ragam baku (F), dari yang biasa digunakan kelompok menengah

terpelajar (S), di daerah Sumatra Timur (D) adalah jauh lebih tepat

menyatakan ragam bahasa yang kita maksud daripada mengatakan

ragam bahasa “Melayu Pesisir Timur” saja.

Dalam pemetaan variasi dialek sebuah bahasa dipergunakan

konsep isoglor, yaitu garis yang menghubungkan dua tempat yang

menunjukkan ciri atau unsur yang sama, atau garis yang

memisahkan dua tempat yang menunjukkan ciri/unsur yang

berbeda. Unsur atau ciri yang dikaji adalah dalam bidang fonologi,

morfologi, sintaksis dan atau leksis.

Pembahasan dialek tersebut adalah khusus mengenai ragam

bahasa secara geografis dari penutur-penutur asli, yaitu penutur

sesuatu bahasa sebagai bahasa pertama dan bahasa ibu.

Dalam dunia modern ini, banyak sekali orang mempelajari

bahasa lain, baik sebagai bahasa kedua (secara urutan atau secara

sosiolinguistik) atau bahasa asing. Hal itu menghasilkan ragam-

ragam bahasa (dialek) yang lain dari dialek penutur asli.

Dialek-dialek sebagai bahasa kedua atau bahasa asing sedikit

banyak dipengaruhi dan diwarnai oleh bahasa pertama (bahasa

asli) dari penutur-penuturnya. Dialek semacam ini kita sebut “ragam

bukan asli” (

nonnactin variety

). Kalau kita kaji ragam bahasa

yang demikian, kita akan melihat bahwa selain dari pengaruh unsur-

unsur/struktur/fonologi bahasa pertama penutur, nyata sekali bahwa

di antara penutur ragam bukan asli ini terdapat suatu ketidak-

seragaman (

fluktuasi

) yang jauh lebih banyak dan lebih besar

daripada perbedaan-perbedaan yang lazim antara dialek-dialek

penutur-penutur asli.

F

S

K

D

Praktik Antropologi

(Kecakapan Sosial dan

Apresiasi Terhadap

Keanekaragaman

Budaya)

Diskusikan dengan teman

Anda mengenai peranan

bahasa daerah berkaitan

dengan penetapan bahasa

nasional, tentukan ke-

dudukan hukumnya.

Kumpulkan hasil diskusi

Anda kepada bapak/ibu

guru.

Bahasa dan Dialek

113

C. Tradisi Lisan dalam Masyarakat Setempat

1. Macam-macam tradisi lisan

Tradisi lisan adalah cerita lisan tentang suatu tempat atau

tokoh yang dibuat teks kisahan dalam berbagai bentuk, seperti

syair, prosa, lirik, syair bebas, dan nyanyian.

Macam-macam tradisi lisan yang terdapat dalam ma-

syarakat, antara lain sebagai berikut.

a. Cerita tentang terjadinya suatu tempat yang berbentuk syair

bebas dan ditampilkan hal-hal yang tidak benar-benar

terjadi.

b. Cerita rakyat mengenai seorang tokoh di suatu daerah,

baik tokoh yang bersifat baik dan berjasa bagi daerahnya

maupun tokoh yang bersifat buruk, jahat, dan merugikan

orang lain.

c. Cerita rakyat tentang misteri/kegaiban di suatu tempat,

misalnya makam seorang tokoh, goa, batu besar, dan se-

bagainya.

2. Contoh tradisi lisan dalam masyarakat

a. Asal mula gunung Tangkuban Perahu (cerita rakyat

dari Jawa Barat)

Menceritakan seorang laki-laki bernama Sangkuriang

mencintai seorang perempuan bernama Dayang Sumbi,

yang ternyata ibu kandungnya.

Dayang Sumbi menolak ajakan menikah dari

Sangkuriang, namun Sangkuriang terus memaksanya.

Akhirnya Dayang Sumbi bersedia menjadi istri Sangkuriang,

tetapi dengan syarat Sangkuriang dapat membuatkan telaga

di puncak gunung, beserta perahunya, dalam waktu

semalam sebelum ayam berkokok. Ketika telaga hampir

selesai (karena dibantu jin), Dayang Sumbi berdoa agar

matahari cepat terbit dan ayam berkokok. Ternyata doa

Dayang Sumbi dikabulkan. Mengetahui matahari terbit,

para jin pekerja lalu menghilang sehingga telaga tidak

selesai. Sangkuriang sangat marah kepada Dayang Sumbi,

lalu menendang perahu sehingga perahu tertelungkup ke

bumi. Perahu tersebut, kemudian menjadi sebuah gunung

yang dinamakan Tangkuban Perahu.

b. Malin Kundang (cerita rakyat dari Sumatra Barat)

Menceritakan seorang janda bernama Mande

Rubayah dan anak laki-lakinya bernama Malin Kundang.

Mereka hidup miskin. Setelah Malin Kundang menginjak

dewasa, ia merantau untuk bekerja agar kehidupannya lebih

baik. Ibunya selalu mendoakan agar anaknya selalu sehat,

selamat, dan mudah mencari rezeki.

Tujuan pembelajaran

Anda adalah dapat

menjelaskan kebera-

daan dan perkembang-

an tradisi lisan dalam

masyarakat setempat.

Cakrawala Budaya

Jenis tradisi lisan yang

bisa dianggap paling tua

adalah “mantra” atau

“jampi-jampi”. Dalam se-

buah mantra, unsur

yang paling penting

adalah bunyi dan mak-

sud pelisanan bukan

makna.

Antropologi SMA Jilid 1

114

Bertahun-tahun Malin Kundang tidak pulang ke rumah

menemui ibunya, ternyata ia telah menikah dengan puteri

seorang bangsawan yang kaya raya.

Pada suatu hari Malin Kundang dengan isterinya naik

kapal yang sangat bagus, kemudian mendarat di pantai dekat

rumah ibunya.

Mengetahui anaknya datang ibunya sangat senang,

segera memeluk erat Malin Kundang anaknya. Namun

ternyata Malin Kundang tidak mengakui bahwa itu ibu kan-

dungnya. Apalagi isterinya, berulangkali meludah di dekat

ibunya dan menghina. Malin Kundang menendang ibunya

sampai jatuh dan pingsan, kemudian ia naik kapal dan

berlayar lagi.

Setelah ibu Malin Kundang sadar dari pingsannya, ia

berdoa apabila suami isteri yang bersikap kasar tadi benar

anak dan menantunya, agar mendapat balasan atas

perlakuannya.

Tidak lama kemudian, cuaca yang sebelumnya cerah,

berubah menjadi gelap gulita, hujan turun dengan lebat,

petir menggelegar, dan ombak lautan sangat besar. Kapal

yang ditumpangi Malin Kundang dan isterinya oleng dan

pecah, kemudian tenggelam. Malin Kundang dan isterinya

meninggal seketika. Menurut cerita, pecahan kapal dan

Malin Kundang berubah menjadi batu.

3. Keberadaan dan Perkembangan Tradisi Lisan

Beberapa puluh tahun yang lalu keberadaan tradisi lisan

terutama cerita rakyat, mempunyai peranan penting dalam

kehidupan masyarakat, terlebih lagi masyarakat di pedesaan.

Peranan tradisi lisan pada masa lampau adalah sebagai

hiburan dan pengetahuan. Banyak orang tua yang mencerita-

kan/mendongengkan kepada anaknya cerita apa saja yang

mereka ketahui. Mendongeng sering dilakukan pada saat akan

tidur malam atau pada saat luang di siang hari.

Anak-anak sangat senang dan terkesan dengan dongeng/

cerita yang mereka dapatkan dari orang tua maupun guru atau

tokoh masyarakat. Setelah mereka dewasa, banyak dongeng/

cerita yang mereka ketahui itu disampaikan kepada anak-

anaknya, sehingga cerita rakyat di suatu tempat tetap diketahui.

Namun sekarang karena ilmu pengetahuan dan teknologi

sudah banyak mengalami perubahan ke arah kemajuan,

peranan cerita rakyat/tradisi lisan makin surut. Perkembangan

teknologi menyebabkan di sekitar kita banyak benda atau

Praktik Antropologi

(Kecakapan Akademik,

Personal, dan Sosial)

Lakukan pengamatan

terhadap tradisi lisan yang

masih berkembang di dae-

rah Anda. Berbentuk apa

tradisi lisan tersebut? Lalu

bagaimana usaha-usaha

yang dilakukan oleh ma-

syarakat untuk meles-

tarikan tradisi lisan ter-

sebut? Lakukan wawan-

cara kepada masyarakat di

daerah Anda. Buatlah

laporan tertulis mengenai

hasil pengamatan Anda lalu

kumpulkan kepada bapak/

ibu guru.

Bahasa dan Dialek

115

fasilitas yang bisa menghibur dan

memberikan kemudahan dalam

kehidupan sehari-hari, misalnya:

televisi, tape, VCD, DVD, hand-

phone, internet, surat kabar, majalah,

dan masih banyak lagi. Anak-anak

Indonesia sekarang lebih mengenal

cerita: Doraemon, Sponge Bob,

Winnie The Pooh (yang merupakan

film impor), dari pada cerita Malin

Kundang dan Sangkuriang.

Melihat keadaan yang seperti

itu, kita harus peduli agar tradisi lisan

yang terdapat di berbagai daerah

dapat tetap lestari.

Upaya pelestarian tradisi lisan, antara lain melalui

pengajaran di sekolah-sekolah, penayangan tradisi lisan melalui

televisi, dan penulisan cerita rakyat dalam bentuk buku yang

diberi gambar berwarna agar lebih menarik pembaca.

Dalam perkembangannya, tradisi lisan mencakup

berbagai jenis teater yang memanfaatkan seni kata sebagai

bagian penting dalam pementasannya. Jenis teater itu terdapat

di berbagai daerah di Indonesia, misalnya

didong

(di Aceh),

randai

(di Minang),

lenong

(di Betawi),

ludruk

(di Jawa),

patu

(di Bima),

tanggomo

(di Gorontalo), dan

mendu

(di

Melayu).

Di era globalisasi, dengan majunya sarana informasi

ternyata mampu mengembangkan tradisi lisan dari berbagai

daerah. Misalnya: wayang dan lenong.

D. Bahasa-Bahasa yang Terdapat di Indonesia

serta Karakteristik dan Wilayahnya

1. Bahasa-bahasa daerah di Indonesia

Bahasa-bahasa yang digunakan oleh masyarakat Indo-

nesia sangat banyak sekali. Masing-masing bahasa tersebut

memiliki karakteristik tersendiri. Berikut ini beberapa bahasa

yang terdapat di Indonesia.

a. Bahasa Jawa

Sesuai dengan keadaan geofisik Pulau Jawa, maka

kita dapat membedakan beberapa subdaerah linguistik yang

masing-masing mengembangkan dialek-dialek bahasa Jawa

yang perbedaannya antara yang satu dengan lain terlihat

jelas sekali.

Sumber:

Ensiklopedi Umum untuk Pelajar,

2005

S

Gambar 3.5 Kesenian tradisional randai dari daerah Minang

merupakan salah satu bentuk tradisi lisan.

Tujuan pembelajaran

Anda adalah dapat

mengidentifikasi ba-

hasa-bahasa yang ter-

dapat di Indonesia ser-

ta karakteristik dan wi-

layahnya.

Antropologi SMA Jilid 1

116

Praktik Antropologi

(Kecakapan Akademik)

Amatilah perbedaan

tingkatan pada bahasa

Jawa dan penerapan-

nya di masyarakat. De-

ngan adanya tingkatan

bahasa itu, bagaimana

pendapat Anda? Kum-

pulkan hasil kerja Anda

kepada bapak/ibu guru.

Di bagian barat Jawa terdapat daerah aliran Sungai

Serayu yang berasal dari kompleks Pegunungan Dieng,

Sundoro, Sumbing, yang mengalir ke arah barat daya

sebelum akhirnya bermuara di Samudra Hindia di sebelah

selatan Pulau Jawa. Orang-orang Jawa yang tinggal di

daerah aliran sungai ini mengucapkan suatu dialek

Banyumas yang khas, di mana vokal bawah belakang dalam

bahasa Jawa umum diucapkan sebagai vokal bawah tengah

yang sering kali diakhiri dengan pita suara tutup pada akhir

kata.

Di daerah aliran Sungai Opak, Praga, dan hulu Sungai

Bengawan Solo, di tengah-tengah komplek Gunung Merapi

- Merbabu-Lawu, dipergunakan dialek Jawa Tengah Solo

- Jogja. Daerah ini juga merupakan daerah pusat

kebudayaan Jawa - Keraton yang dianggap sebagai daerah

sumber dari nilai-nilai dan norma-norma Jawa. Dengan

demikian, dialek Solo - Jogja juga dianggap sebagai “bahasa

Jawa yang beradab”. Dalam dialek ini penggunaan bahasa

Jawa dengan sistem kesembilan gaya bertingkat itu betul-

betul sudah berkembang mencapai kerumitan yang luar

biasa.

Di sebelah utara daerah ini terdapat dialek Jawa

pesisir yang dipergunakan di kota-kota daerah pantai utara.

Dialek ini tidak jauh berbeda dari dialek Solo - Jogja. Bagian

barat daerah subkebudayaan pesisir sangat dipengaruhi

kebudayaan dan bahasa Sunda yang tampak pada dialek

Cirebon, Indramayu, Tegal, dan daerah-daerah sekitarnya.

Sebelah timur daerah subkebudayaan Jawa Tengah

adalah Sungai Brantas yang juga melingkupi daerah-daerah

sekitar Madiun dan Kediri di bagian baratnya, dan Kota

Malang, Lumajang, dan Jember di bagian timurnya. Logat

yang diucapkan di daerah itu sangat dipengaruhi oleh dialek

Solo - Jogja dan bahkan mirip sekali, kecuali yang dipakai

di delta Sungai Brantas, khususnya Kota Surabaya yang

memiliki dialek yang sangat khas pula.

Bahasa Jawa yang dipakai di daerah pantai Jawa

Timur sangat banyak terpengaruh bahasa Madura, yaitu

suatu bahasa yang sama sekali berbeda dengan bahasa

Jawa. Adapun bahasa yang dipergunakan di ujung timur

Pulau Jawa, yaitu Banyuwangi dan Blambangan banyak

dipengaruhi oleh bahasa Bali.

Bahasa dan Dialek

117

Di ujung sebelah barat Pulau Jawa, yaitu di sebelah

barat daerah kebudayaan Sunda, terdapat daerah Banten

yang menggunakan suatu logat bahasa Jawa yang khas.

Daerahnya mencakup daerah sebelah barat Kota Jakarta

hingga Kota Merak, dan ke arah selatan berbatasan dengan

Kota Bangka Belitung dan Pandeglang. Penduduk di daerah

ini berbicara dua bahasa (

bilingual

), yaitu bahasa Jawa,

Banten dan Bahasa Sunda, tetapi di Kota Serang, yang

merupakan ibu kota daerah itu, terutama memakai bahasa

Sunda.

Berikut ini daerah-daerah yang menggunakan bahasa

Jawa.

Sumber: Tugiyono (1982)

S

Gambar 3.6

Peta Pulau Jawa dan penjelasan daerah-daerah yang menggunakan Bahasa Jawa.

Keterangan:

A = Provinsi Banten

B = Provinsi DKI Jakarta

C = Provinsi Jawa Barat

D = Provinsi Jawa Tengah

E = D.I.Yogyakarta

F = Provinsi Jawa Timur

--------

= batas provinsi

= menggunakan Bahasa Jawa (sebagian besar Jawa Tengah,

Pekalongan, Wonosobo, Kebumen ke timur, DIY, sebagian besar

Jatim)

= menggunakan Bahasa Jawa dialek Banyumasan (daerah

Banyumas/Purwokerto, Cilacap Timur, Tegal, Pekalongan,

Purbalingga, Slawi, Pemalang).

= menggunakan Bahasa Jawa dialek Banyumasan dan Bahasa Sunda

(Cilacap Barat, Brebes).

= menggunakan Bahasa Jawa campur bahasa Madura (Banyuwangi,

Jember, Pasuruan, Surabaya, Gresik).

= menggunakan Bahasa Sunda (Banten, Jawa Barat)

= menggunakan Bahasa Betawi dan Sunda (DKI Jakarta)

Antropologi SMA Jilid 1

118

b. Bahasa Gayo

Dalam kehidupan sehari-hari, bahasa yang digunakan

untuk berkomunikasi antara sesama anggota masyarakat

Gayo adalah bahasa Gayo. Adapun yang kita maksudkan

dengan “bahasa Gayo” pada masa ini adalah bahasa

setempat yang telah mendapat pengaruh bahasa dari luar.

Bahasa yang dimaksud antara lain adalah bahasa Aceh

sebagai bahasa tetangga yang terdekat. Namun, bahasa

luar yang paling banyak pengaruhnya adalah bahasa Indo-

nesia. Hal itu menjadi sangat mungkin karena memang

telah mempunyai dasar yang kuat. Dari 100 kata dari daftar

swadesh terdapat 41% persamaan antara bahasa Gayo

dan Melayu. Dengan bahasa Karo persamaannya lebih

besar lagi (46%), sedangkan dengan bahasa Aceh persa-

maannya lebih kecil (35%).

Pengaruh bahasa Indonesia sangat besar, karena

bahasa itu telah dipergunakan di sekolah-sekolah, dalam

rapat-rapat, bahkan dalam pidato adat. Pidato adat yang

sebenarnya sarat dengan ungkapan-ungkapan adat, kini

sedikit demi sedikit telah dimasuki oleh unsur bahasa In-

donesia. Di antara unsur kata bahasa Indonesia yang cukup

besar memengaruhi bahasa Gayo adalah dalam istilah

kekerabatan.

Kalau biasanya setiap kerabat mempunyai istilah

tersendiri, kini sudah diganti dengan istilah bahasa Indone-

sia. Sebagai contoh istilah Gayo untuk: ayah, saudara laki-

laki ayah, saudara sepupu ayah, saudara laki-laki itu kerabat

laki-laki ayah dari satu klen disebut dengan kata “bapak”.

Demikian untuk kerabat-kerabat perempuan banyak

yang telah diganti dengan istilah bahasa Indonesia padahal

untuk kerabat-kerabat tersebut ada tutur yang khusus.

Selain bahasa sehari-hari sesungguhnya masih ada

ragam bahasa dalam berbagai bentuk upacara, kesenian,

dan kegiatan lainnya. Dalam pidato adat (melengkan)

terungkap bahasa yang penuh dengan tamsil dan ungkapan-

ungkapan yang jarang terdengar dalam kehidupan sehari-

hari. Tangisan-tangisan adat dalam rangka perkawinan

(sebuku mungerji), bahasa dalam tangisan kematian

(sebuku mate) terwujud bahasa tersendiri yang bersifat

sastra.

Dalam kesenian, misalnya kesenian lidong terwujud

pula bahasa yang penuh dengan puisi tersendiri. Dalam

hubungan muda-mudi secara adat di mana komunikasinya

berlangsung dengan bahasa pantun menunjukkan pola

bahasa tersendiri pula.

Praktik Antropologi

(Pengamatan Ling-

kungan)

Bagaimana penerapan

bahasa daerah di ling-

kungan keluarga Anda.

Apakah tingkatan-ting-

katan yang ada selalu

diterapkan?

Kalau diterapkan beri-

kan alasannya. Kalau ti-

dak diterapkan berikan

alasannya juga.

Kumpulkan hasil kerja

Anda kepada bapak/ibu

guru.

Bahasa dan Dialek

119

Berikut ini daerah-daerah yang menggunakan bahasa

Gayo.

c. Bahasa Tolaki

Bahasa Tolaki adalah salah satu bahasa yang tergolong

dalam keluarga bahasa Bungku-laki. Di dalam keluarga

bahasa itu termasuk pula bahasa Morin. Bahasa Tolaki

bersama dengan bahasa Mopute, Cendawa, Meronene,

dan bahasa Caiwui termasuk kelompok bahasa Bungku.

Adapun bahasa Tolaki itu sendiri mempunyai paling sedikit

dua dialek, yaitu dialek bahasa Konawi dan dialek bahasa

Mekongga. Bahasa Morin terdiri atas bahasa-bahasa di

sekitar Danau Matana.

Penduduk yang berbahasa Tolaki sebagai cabang dari

keluarga bahasa Bungku - laki yang berpusat di wilayah

sekitar Danau Matana bergeser ke arah selatan di hulu

Sungai Lasolo dan Konawe’cha yang mula-mula berlokasi

di Andolaki, yaitu lokasi permukiman pertama orang Tolaki.

Selanjutnya bahasa ini bergeser ke timur sampai di pesisir

Sungai Lasolo dan Sungai Lalindu di Kecamatan Mawewe,

Tirawuta, Lambuya, Una’aha, Wawotobi, Lasolo, Sumbara,

Mandonga, Kendari, Ranome’eto, Pu’unggaluku,

Tinanggea, Maramo dan Wawoni’i ke selatan sampai di

wilayah Kecamatan Wundulako dan Kataka dan ke barat

sampai di wilayah Kecamatan Lasusua dan Pakue.

Sumber: Tugiyono (1982)

S

Gambar 3.7 Peta Provinsi Aceh dan Sumatra Utara dan penjelasan daerah-daerah

yang menggunakan Bahasa Gayo.

Keterangan:

A = Provinsi NAD (Nangroe Aceh

Darussalam)

B = Provinsi Sumatra Utara

= Menggunakan Bahasa

Gayo (gayo/Aceh Teng-

gara).

= Menggunakan Bahasa

Gayo dan Batak (Karo,

Pakpak), Sumatra Utara

bagian barat.

Antropologi SMA Jilid 1

120

Berikut peta persebaran bahasa Tolaki.

2. Karakteristik bahasa Austronesia dan Papua

a. Karakteristik bahasa Austronesia

Bahasa Austronesia mempunyai banyak jenis. Bahasa

Austronesia di Indonesia terdiri atas tiga kelompok, yaitu

kelompok Malayo - Polinesia Barat, Kelompok Malayo/

Polinesia Tengah, dan Halmahera Selatan - Papua Barat.

(pembagian secara genealogis/keturunan).

Secara tipologis, rumpun bahasa Austronesia dibagi menjadi

empat kelompok, yaitu sebagai berikut.

1. Bahasa-bahasa dengan sistem Diatesis Morfologis

Tipikal Austronesia.

Kelompok ini terdiri atas sub kelompok, yaitu tipe seperti

bahasa Indonesia dan tipe seperti bahasa Tagalog. Tipe

seperti bahasa Indonesia digunakan di daerah: Sulawesi

Tengah, Suwalesi Selatan, Nusa Tenggara Barat, Bali,

Jawa, Sumatera Utara, dan Kalimantan bagian utara.

2. Bahasa-bahasa dengan sistem Diatesis Campuran

dengan Persesuaian Pronominal. Bahasa tipe ini

digunakan di Sulawesi Tenggara.

3. Bahasa-bahasa Isolasi

Bahasa-bahasa isolasi digunakan di Flores dan Timor.

4. Bahasa-bahasa dengan persesuaian tanpa sistem

Diatesis

Bahasa tipe ini digunakan di daerah Nusa Tenggara

Timur, Maluku Utara, dan Maluku Selatan.

Praktik Antropologi

(Kecakapan Sosial dan

Akademik)

1. Buatlah kelompok, 1

kelompok terdiri

atas 3 - 4 orang.

Buatlah peta perse-

baran bahasa daerah

di Indonesia yang

Anda ketahui.

2. Adakah pelajaran

bahasa daerah di se-

kolah, kalau ada ba-

gaimana penerapan-

nya dalam lingkung-

an sekolah dan ma-

syarakat?

Kumpulkan hasil kerja

Anda kepada bapak/ibu

guru.

S

Gambar 3.8

Peta Persebaran Bahasa Tolaki

Sumber:

Abdurrauf Tariman

, 1993

Bahasa dan Dialek

121

Bahasa Austronesia digunakan di wilayah gugusan

kepulauan Hawaii, Formosa, Filipina, Kepulauan Maluku,

Sulawesi, Kalimantan, Jawa, Nusa Tenggara Timur, Nusa

Tenggara Barat, Bali, Jawa, Sumatra, Semenanjung Ma-

laya, dan Madagaskar.

b. Karakteristik bahasa Papua

Papua mempunyai bahasa dan suku bangsa yang

jumlahnya paling banyak di Indonesia. Bahasa-bahasa di

Papua dikelompokkan menjadi dua golongan, yaitu fila

bahasa-bahasa Melanesia dan fila bahasa-bahasa non

Melanesia. Fila bahasa-bahasa Melanesia merupakan

bagian tengah-selatan dari fila besar bahasa-bahasa

Austronesia. Bahasa-bahasa non Melanesia merupakan

bahasa khas Papua.

Penelitian-penelitian bahasa-bahasa Papua masih

sangat terbatas. Hal itu disebabkan antara lain sebagai

berikut.

1. Faktor komunikasi, karena di daerah pedalaman hampir

tidak ada jalan-jalan sehingga kesulitan untuk bertemu

dengan informan.

2. Faktor sosial politik, karena gabungan komunitas adat

sering saling bermusuhan.

3. Faktor pantang bahasa, yaitu ada kata-kata yang tidak

boleh diucapkan secara langsung (harus menggunakan

sinonim).

Sumber:

Indonesian Heritage

, 2002

S

Gambar 3.9

Peta Persebaran bahasa Austronesia.

Antropologi SMA Jilid 1

122

Tujuan pembelajaran

Anda adalah dapat

mengembangkan si-

kap-sikap kepedulian

terhadap bahasa, dia-

lek, dan tradisi lisan.

Wilayah yang menggunakan Bahasa Papua.

1. Masyarakat Arfak, merupakan penduduk asli daerah

pedalaman Manokwari di Papua bagian barat.

2. Masyarakat Dani, di lembah Baliem Papua bagian barat

3. Masyarakat Arso, di Papua bagian timur.

E. Kepedulian terhadap Bahasa, Dialek, dan

Tradisi Lisan

Indonesia terdiri atas berbagai suku bangsa dan bahasa

daerah, sehingga terdapat banyak perbedaan. Seandainya bangsa

Indonesia tidak mempunyai falsafah “Bhinneka Tunggal Ika” (yang

artinya walaupun berbeda-beda suku, agama, bahasa daerah, dan

adat istiadat, kita tetap satu bangsa, yaitu Indonesia) kemungkinan

besar rakyat Indonesia selalu bertengkar dan tidak mau saling

menghormati. Dari beberapa macam perbedaan tersebut yang

paling bervariasi adalah bahasa daerah.

Pada masyarakat Jawa saja terdapat beberapa bahasa daerah,

yaitu:

1.

bahasa Jawa;

2.

bahasa Sunda;

3.

bahasa Madura.

Sumber: Tugiyono (1982)

S

Gambar 3.10

Peta persebaran bahasa Papua.

Keterangan:

A = Provinsi Papua Barat

B = Provinsi Papua Tengah

C = Pronvinsi Papua Timur

= Manukwari, Papua

Barat sampai Pa-

pua Tengah

= Lembah Baliem,

Papua Barat

= Arso, Papua Timur

Bahasa dan Dialek

123

Dalam bahasa Jawa terdapat beberapa dialek dan tradisi lisan,

misalnya:

1.

Banyumasan;

2.

Jogja, Solo, Semarangan;

3.

Suroboyoan, Jawa Timuran.

Contoh dialek Banyumasan:

1.

Inyong

artinya saya;

2.

ngapak-ngapak

artinya ada apa;

3.

gili

artinya jalan;

4.

entong

artinya habis.

Contoh dialek Jogja, Solo, Semarangan:

1.

aku

artinya saya;

2.

bocah-bocah

artinya anak-anak;

3.

entek

artinya habis;

4.

ana apa

artinya ada apa.

Contoh dialek Suroboyoan:

1.

arek-arek

artinya anak-anak;

2.

yok opo

artinya ada apa;

3.

mari

artinya selesai;

4.

kon

artinya kamu.

Dengan adanya berbagai dialek dan tradisi lisan, maka kita

harus menghormati bahasa, dialek, dan tradisi lisan daerah lain.

Walaupun kita tidak mengetahui maksud ataupun artinya, kalau

kita mendengar percakapan orang lain yang menggunakan dialek

daerahnya, kita tidak boleh menertawai apalagi mengejeknya.

Bermacam-macam bahasa dialek dan tradisi lisan itu

menunjukkan kekayaan budaya daerah di Indonesia. Adanya

beberapa perbedaan yang dapat disatukan dan saling melengkapi

akan menampilkan keindahan yang bisa dikagumi oleh bangsa lain.

Banyak wisatawan mancanegara yang kagum terhadap begitu

banyaknya kebudayaan daerah di Indonesia. Bahkan tidak sedikit

yang mempelajari budaya daerah kita. Misalnya: kursus bahasa

Jawa, kursus gamelan (memainkan alat musik tradisional Jawa),

dan kursus tari Bali.

Bangsa lain saja memerhatikan dan peduli terhadap budaya

daerah kita, apalagi kita rakyat Indonesia harus lebih peduli, lebih

perhatian terhadap kebudayaan daerah, dan harus merasa memiliki.

Dengan sikap peduli, merasa memiliki, maka persatuan dan

kesatuan bangsa Indonesia selalu tetap kuat.

Praktik Antropologi

(Apresiasi Terhadap

Keanekagaman

Budaya dan Kema-

jemukan Masyarakat)

1. Bagaimanakah pe-

ngaruh bahasa dae-

rah di lingkungan

Anda terhadap per-

gaulan di masya-

rakat yang berbeda

bahasa daerahnya?

2. Bagaimanakah pen-

dapat Anda jika pada

suatu saat ada sese-

orang yang bertemu

dengan temannya,

kemudian berdialek

dengan menggu-

nakan bahasa dae-

rahnya sendiri. Se-

mentara banyak or-

ang disekitarnya

yang tidak tahu mak-

sud pembicaraan-

nya?

Kumpulkan hasil kerja

Anda kepada bapak/ibu

guru.

Antropologi SMA Jilid 1

124

Bahasa daerah dari masing-masing

daerah mempunyai peran yang sangat

besar bagi kehidupan. Bahasa daerah ada

yang dipergunakan sebagai bahasa

pergaulan di masyarakat, sebagai bahasa

pengantar di sekolah dasar, sebagai alat

penerangan ke desa-desa, sebagai bahasa

berita, dan sebagai bahasa surat- menyurat

tidak resmi. Semua peranan itu ternyata

yang paling dominan bahwa bahasa

sebagai alat

talimanga

di antara sesama

pemakainya.

Dari masing-masing daerah mem-

punyai ciri sendiri dan perbedaan sendiri-

sendiri. Di samping itu ada beberapa

tingkatan dalam bahasa daerah tersebut

yang berfungsi untuk membedakan dengan

siapa kita berkomunikasi.

Sebagai bangsa yang majemuk, kita

harus saling menghormati berbagai

perbedaan yang ada. Dalam hal bahasa,

kita harus bersikap sopan terhadap orang

lain yang menggunakan bahasa daerahnya

sendiri. Kita tidak boleh menghina dan

menganggap kuno bahasa daerah.

Khazanah budaya nasional pada dasarnya

berasal dari kekayaan budaya daerah yang

ada di Indonesia.

UMPAN BALIK

Coba diskusikan kembali materi bab ini dengan baik,

sehingga Anda menguasai dan paham mengenai hal berikut.

1. Ragam bahasa dan dialek di Indonesia.

2. Keterkaitan antara bahasa dan dialek.

3. Keberadaan dan perkembangan tradisi lisan.

4. Macam-macam bahasa beserta karakteristiknya.

5. Sikap-sikap kepedulian terhadap bahasa, dialek, dan tradisi

lisan.

Apabila masih ada materi yang belum Anda kuasai,

tanyakan kepada teman atau bapak/ibu guru. Setelah memahami

materi pada bab ini, selanjutnya kembangkan pengetahuan yang

telah Anda pahami dengan membaca buku yang lain.

RANGKUMAN

Bahasa dan Dialek

125

1. Dalam mempelajari bahasa Jawa para

ahli bahasa pada umumnya menggu-

nakan metode ....

a . filosofi

b. antropologi

c . filologi

d. sosiologi

e . filosofi antropologi

2. Menurut analisis linguistik, unsur-unsur

yang menyebabkan terbaginya gaya

dalam gaya bahasa Jawa, salah satu di

antaranya adalah ....

a. perbedaan morfologi

b. perbedaan perfiks

c. perbedaan infiks

d. perbedaan fonem

e. perbedaan vokal

3. Dilihat dari segi bahasanya kelompok

bahasa Gayo digolongkan ke dalam

dua dialek, yaitu ....

a. dialek Gayo Lut dan dialek Gayo

Lues

b. dialek Bukit dan dialek Deret

c. dialek Cik dan dialek Lukup

d. dialek Tampur dan dialek Lues

e. dialek Seberjadi dan dialek Tampur

4. Nama lain untuk dialek Gayo Lues

menurut Jacob Umar adalah ....

a. Isak/jamak

b. Gayo Deret

c. Belangkejeren

d. Kelul

e . Singkil

5. Ilmu yang mengkaji perubahan-per-

ubahan yang terdapat dalam bahasa

seiring dengan perjalanan waktu di-

sebut ....

a . fonologi

d. tipologi bahasa

b. morfologi

e .

fonologi bahasa

c . diaktologi

6. Berikut ini yang

tidak

termasuk dalam

topik-topik umum dalam pembahasan

sosiolinguistik adalah ....

a. fungsi kemasyarakatan bahasa dan

profil sosiolinguistik

b. kedwibahasaan dan kegandabaha-

saan

c. masyarakat bahasa

d. penggunaan bahasa (etnografi ber-

bahasa)

e. peribahasa Indonesia

7. Kemampuan dan kebiasaan memper-

gunakan dua bahasa disebut ....

a. repertoar bahasa

b. kedwibahasaan

c. multibahasa

d. fungsionalis bahasa

e. etnografi berbahasa

8. Ragam bahasa yang berhubungan de-

ngan situasi berbahasa dan/atau ting-

kat formalitas disebut ....

a. ragam bahasa

b. dialek

c . sosiolek

d. fungsiolek

e. analog krocek

9. Cabang linguistik yang mengkaji ba-

hasa-bahasa yang berbeda, khususnya

membandingkan bahasa-bahasa itu

disebut ....

a . linguistik kontrastif

b. linguistik pragmatis

c . linguistik diakronik

d. sosiolinguistik

e. sosiologi bahasa

10. Bahasa Tolaki adalah salah satu ba-

hasa yang tergolong dalam keluarga

bahasa ....

a. Maputa

d. Maronene

b. Landawa

e . Laiwui

c. Bungku-Laki

UJI KOMPETENSI

Coba kerjakan di buku kerja Anda.

A. Pilihlah salah satu jawaban soal berikut dengan tepat.

Antropologi SMA Jilid 1

126

B . Jawablah soal berikut dengan jawaban yang tepat.

1. Bagaimana menurut pendapat Anda

mengenai penggunaan bahasa oleh

masyarakat di terminal? Uraikan pen-

dapat Anda.

2. Bahasa apa yang Anda gunakan dalam

pergaulan sehari-hari? Berikan alasan

Anda.

3. Apa yang akan Anda lakukan, jika ada

seseorang dari suku bangsa lain yang

menghina bahasa daerah Anda? Jelas-

kan pendapat Anda.

4. Sebutkan fungsi bahasa sebagai ko-

munikasi dalam kaitannya dengan

masyarakat dan pendidikan. Uraikan

pendapat Anda.

5. Bagaimana penggunaan bahasa dae-

rah di wilayah Anda? Jelaskan.

STUDI KASUS

Tidak Protokoler, Ngomong dengan Pejabat Pakai Bahasa Ngoko

Kongres Bahasa Jawa (KBJ) IV

yang dihelat di Semarang, 11 – 14 Sep-

tember, dihadiri delegasi paling jauh, yaitu

dari Suriname. Mereka begitu bersema-

ngat ketika menceritakan perkembangan

bahasa dan budaya Jawa di negaranya.

Nama-nama, seperti Salam Paul

Somohardjo, Tatap Kliwon Pawirodinomo,

Salimin Ardkoetomo, Johan J. Sarmo, dan

Yules Amat Sardi memang tak asing lagi

di telinga orang Jawa.

Tapi, jangan heran apabila mereka

bukan orang Indonesia, apalagi Jawa. Ya,

mereka adalah delegasi Suriname yang

hadir dalam Kongres Bahasa Jawa (KBJ)

IV yang dihelat di Patra Convention Ho-

tel Semarang.

Mereka datang ke kongres itu seba-

gai utusan negara. Suriname menganggap,

kongres itu sangat penting bagi kelang-

sungan kehidupan warganya. Begitu

pentingnya kongres lima tahun sekali itu,

sampai pemerintah Suriname mengutus

secara khusus

Speaker of The National

Assembly of the Republic of Suriname

(di sini setingkat dengan ketua DPR, Red)

Salam Paul Somohardjo untuk memimpin

rombongan.

Anggota delegasi yang dibawa pun

merupakan orang-orang pilihan. Tatap

Kliwon, misalnya. Dia adalah anggota

parlemen dari Partai Pertjaya Luhur yang

kini menguasai 29 kursi di parlemen (22

orang di fraksi oposisi, 7 orang di koalisi).

Kemudian, Salimin Ardjoetomo dikenal

sebagai budayawan Jawa kondang di

sana. Dia penyiar radio Partjaya dan

pembawa acara TV Garuda yang khusus

menayangkan kesenian, adat istiadat, dan

tetek-bengek

mengenai kebudayaan

Jawa.

Bahasa dan Dialek

127

Kula lan kanca-kanca mriki

nggawa misi ngangsu kawruh babagan

basa lan budaya Jawa teng negara

asale

(Saya dan kawan-kawan ke sini

membawa misi berguru mengenai bahasa

dan kebudayaan Jawa di negara asalnya,

Red),” ujar Paul yang selama wawancara

menggunakan bahasa Jawa gado-gado

ngoko

dan

krama

itu.

Menurut Paul, saat ini di Suriname

terdapat sekitar 100 ribu warga keturunan

Jawa, dari total 492.800 penduduk negara

itu.

Di antara jumlah tersebut, separo

masih bisa menggunakan bahasa Jawa

dalam komunikasi sehari-hari,. “Minimal

mereka

dunung

(mengerti, Red) kalau ada

pembicaraan dalam bahasa Jawa,” tutur

Paul yang kini menjabat ketua Partai

Pertjaya Luhur itu.

Dengan penduduk keturunan Jawa

sebanyak itu, tak heran apabila pemerintah

Republik Suriname menganggap “bangsa”

Jawa di sana layak mendapatkan perhatian

khusus dibandingkan dengan bangsa-

bangsa pendatang lain, seperti dari Afrika,

Hindustan, Amerika Latin, Asia, dan

Belanda.

Bahkan, kini Partai Pertjaya Luhur

telah menjadi partai nasional yang

konstituennya mulai menarik warga

pendatang lain.

“Wong China, wong

Dayak (Indian, AS), lan Afrika wis melu

mlebu Partai Pertjaya Luhur,”

tambah

Paul yang pernah memimpin Partai

Pendowo Limo sebelum digulingkan

kalangan muda pada 1980-an.

Laki-Iaki 63 tahun itu mengatakan,

bahasa, adat istiadat, dan kebudayaan

Jawa perlu dipelihara di negaranya. Selain

itu, warga keturunan Jawa termasuk pal-

ing banyak.

“Awak dewe perlu ngugemi

basa Ian budaya Jawa supaya raine ora

ilang. Mosok raine Jawa, nanging ora

bisa ngomong Jawa

(Kami perlu

memelihara bahasa dan budaya Jawa

supaya tetap dikenal sebagai orang Jawa.

Masak berwajah Jawa, tetapi tidak bisa

berbahasa Jawa, Red),” tutur bapak

delapan anak dari tiga istri itu.

Sumber:

Jawa Pos,

2006

Bacalah kutipan artikel di atas.

Bahasa Jawa sebagai bahasa daerah, ternyata masih tetap

dilestarikan di luar negeri. Bahkan orang-orang keturunan Jawa

yang berada di Suriname selalu berusaha menjaga dan

melestarikannya.

1.

Bagaimana pendapat Anda, mengenai terkenalnya salah satu

bahasa daerah kita di luar negeri?

2.

Usaha-usaha apa yang sebaiknya dilakukan untuk melestarikan

bahasa daerah kita?

Antropologi SMA Jilid 1

128

Margaret Mead (1901 – 1978)

Margaret Mead adalah ahli antropolo-

gi terbesar di dunia abad ke-20. Margaret

mengembangkan teori mengenai hubungan

kebudayaan dan kepribadian. Margaret

Mead dilahirkan dari sebuah keluarga

terpelajar. Ia meraih gelar doktor dari Uni-

versitas Columbia pada tahun 1929.

PROFIL

Peran penting Margaret adalah

karena ia meneropong berbagai persoalan

sosial yang dihadapi oleh masyarakat

Amerika. Mead adalah antropolog wanita

Amerika pertama yang melakukan

penelitian lapangan di luar negeri (1928),

Growing up in New Guines

(1930), dan

Sex and Temperament in Three Primi-

tive Societies

(1935).

Pada tahun 1972, Mead menerbitkan

biografinya yang berjudul “

Blackberry

Winter

”. Buku tersebut menceritakan per-

jalanan kehidupan pribadi dan intelektual-

nya.

Ulangan Akhir

129

ULANGAN AKHIR

Coba kerjakan di buku kerja Anda.

A. Pilihlah salah satu jawaban soal berikut dengan tepat.

1. Kebudayaan yang sudah berkembang,

adat istiadat atau sesuatu yang sudah

menjadi kebiasaan yang sukar diubah

yang terdapat di suatu daerah tertentu,

merupakan pengertian ....

a. cerita rakyat

d. budaya lokal

b. arkeologi

e. etnologi

c. sejarah lokal

2. Pada sebagian kecil masyarakat Batak di

pedalaman, kepemimpinan di bidang

agama dipegang oleh ....

a. pendeta

b. dukun atau datu

c. pastur

d. suster

e. kyai

3. Nama tarian terkenal dari Batak adalah

....

a. tari srimpi

d. tari pendet

b. tari piring

e. tari kecak

c. tari tor-tor

4. Gadang adalah rumah adat daerah ....

a. Aceh

b. Lampung

c. Kalimantan Selatan

d. Sulawesi Selatan

e. Minangkabau

5. Suku bangsa Dani di Papua bermukim

di ....

a. Lembah Baliem

b. Merauke

c. Pegunungan Sudirman

d. Pegunungan Jayawijaya

e. Biak

6. Contoh selamatan lingkaran hidup ma-

nusia pada masyarakat Jawa, antara lain

....

a. menempati rumah baru

b. potong rambut pertama

c. bersih desa

d. perjalanan jauh

e. mitung dina (tujuh hari)

7. Nama-nama tempat di Sunda banyak

menggunakan kata Ci, seperti Cipanas,

Cicalengka, dan Ciamis. Arti kata Ci

adalah ....

a. angin

d. air

b. batu

e. api

c. tanah

8. Pura di Bali yang sifatnya umum untuk

beribadah semua golongan adalah ....

a. Sanggah

d. Pura Desa

b. Pura Tanah Lot e. Pura Besakih

c. Kayangan Tiga

9. Upacara pembakaran mayat dalam

masyarakat Bali disebut ....

a. Ngaben

e. Tabu

b. Bungai

d. Balean Dodes

c. Tiwah

10. Perkawinan antara saudara sepupu se-

derajat kesatu baik dari pihak ayah/ ibu

di masyarakat Bugis (Makassar) disebut

....

a. assialang marola

b. assialanna memang

c. massuro

d. menddupo

e. mappuce-puce

11. Suatu cabang ilmu linguistik yang mem-

pelajari bunyi-bunyi bahasa disebut ....

a. fonologi

d. tipologi bahasa

b. morfologi

e. d

ialektologi

c . sintaksis

12. Penentuan bahasa Indonesia sebagai

bahasa negara termaktub dalam UUD

1945, yaitu ...

a. Bab XVI Pasal 36

b. Bab XIV Pasal 35

c . Bab XIV Pasal 36

d. Bab XV Pasal 36

e. Bab XV Pasal 35

Antropologi SMA Jilid 1

130

13. Ragam bahasa yang berhubungan de-

ngan situasi berbahasa dan tingkat

formalitas disebut ....

a. dialek

b. sosiolek

c . fungsiolek

d. kronolek

e. pragmalek

14. Berikut ini yang

tidak

termasuk fungsi

bahasa adalah ....

a. fungsi kebudayaan

b. fungsi kemasyarakatan

c . fungsi pendidikan

d. fungsi keagamaan

e. fungsi perorangan

15. Bahasa lambang masyarakat Tolaki

adalah ....

a. Lolo

d. Kolo

b. Lako

e. Tulura

c . Kalo

16. Bahasa masyarakat Gayo terbagi atas

kelompok-kelompok berikut ini,

kecuali

....

a. Gayo Lut

d. Gayo Kalul

b. Gayo Deret

e. Gayo Lues

c . Gayo Karo

17. Suatu kebudayaan pesisir yang lebih

muda bagi masyarakat Jawa berpusat di

....

a. Demak

d. Jepara

b. Kudus

e. Cirebon

c . Gresik

18. Prasasti Jawa yang tertua menggunakan

tulisan ....

a. Jawa

d. Arab

b. Pallawa

e. Melayu

c . Sanskerta

19. Bahasa Sunda mengenal lapisan bahasa

yang dikenal dengan istilah ....

a. unggah-ungguh

b. undak usuk

c . krama inggil

d. kalo

e. tingkatan bahasa

20. Bahasa Indonesia di daerah Cirebon

ternyata banyak memengaruhi bahasa

daerah setempat, yaitu ....

a. bahasa Jawa Cirebon

b. bahasa Sunda Cirebon

c . bahasa Sunda

d. bahasa Sunda dan Cirebon

e. bahasa Jawa Cirebon dan bahasa

Sunda Cirebon

B . Jawablah soal berikut dengan jawaban yang tepat.

1. Apakah sumbangan utama sosiolinguis-

tik kepada pengajaran bahasa? Jelaskan.

2. Untuk mengembangkan budaya daerah

dapat dilakukan dengan pameran besar-

besaran dan membutuhkan dana yang

banyak. Bagaimana pendapat Anda

dengan pernyataan tersebut?

3. Sebagai seorang pelajar, apa yang dapat

Anda lakukan untuk mengembangkan

kesenian di daerah Anda? Uraikan pen-

dapat Anda.

4. Sebutkan sikap-sikap yang dapat Anda

kembangkan di lingkungan sekolah agar

dapat mendorong terwujudnya integrasi

nasional. Uraikan pendapat Anda.

5. Menurut Anda, siapa saja yang ber-

tanggung jawab terhadap perkembangan

budaya nasional? Berikan alasan Anda.

Daftar Pustaka

131

DAFTAR PUSTAKA

Ambaraja, Samsaketika. 2006.

Sosiologi.

Surakarta: Buana

Jakarta.

. 2004.

Atlas Indonesia dan Duni

a. Surakarta: Ita.

Badan Standar Nasional Pendidikan. 2006. Kurikulum Mata

Pelajaran Antropologi. Jakarta: BSNP.

Budiamansyah, Dasiman. 2004.

Modul Keberagaman dan

Perwujudan Kebudayaan di Indonesia

. Jakarta:

Depdiknas.

Effendhie, Mahmoed. 1999.

Sosiologi Budaya

. Jakarta:

Depdiknas.

Haviland, William, A. 1999.

Antropologi Jilid 2

. Jakarta: Erlangga

Ihromi, T.O. 1994.

Pokok-Pokok Antropologi Budaya

. Jakarta:

Yayasan Obor.

Koentjaraningrat. 1983.

Manusia dan Kebudayaan di Indone-

sia

. Jakarta: Djambatan.

____. 2003.

Pengantar Antropologi I

. Jakarta: Rineka Cipta.

____. 1994.

Kebudayaan Jawa

. Jakarta: Balai Pustaka.

Malau, Gens G. 1994.

Dolok Pusuk Buhit (Pelajaran Menulis

Batak)

. Jakarta: Balai Pustaka.

Melalatoa, MJ. 1982.

Kebudayaan Gayo

. Jakarta: Balai Pustaka

Nababan, PWJ. 1984.

Sosiolinguistik Suatu Pengantar

. Jakarta:

Gramedia.

Rohman Dhokiri, Taufiq. 2005.

Antropologi 1

. Jakarta: Yudhistira.

Samsuri. 1980.

Analisa Bahasa

. Jakarta: Erlangga.

Soekanto, Soerjono, 1984.

Sosiologi Suatu Pengantar

. Jakarta:

Rajawali Press.

Soekmono. 1993.

Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia

1

. Jogjakarta: Kanisius.

Sudarno. 1987.

Perbandingan Bahasa Nusantara

. Jakarta: IKIP

Muhammadiyah.

Tariman, Abdurrauf. 1993.

Kebudayaan Tolaki

. Jakarta: Balai

Pustaka.

Tugiyono. 1982.

Atlas dan Lukisan Sejarah Nasional Indone-

sia

. Jakarta: CV. Baru.

Widyosiswoyo, Supartono. 1992.

Budaya Dasar

. Jakarta: Ghalia

Indonesia.

Antropologi SMA Jilid 1

132

GLOSARIUM

adaptasi

: penyesuaian

ambilineal

: hubungan kekerabatan melalui laki-laki dan

sebagian perempuan

artefak

: hasil-hasil kebudayaan manusia purba

artistik

: mengandung nilai seni

bilateral

: garis keturunan dari ayah dan ibu

budaya lokal

: kebudayaan daerah

calung

: alat musik pukul dari bambu bulat

dishistoris

: tidak terkait dengan peristiwa sejarah

dongeng

: cerita yang tidak benar-benar terjadi (terutama

tentang kejadian zaman dahulu yang aneh-

aneh)

eksploitasi

: pengusahaan/mendayagunakan perkebunan,

pertambangan, dan sebagainya

eksplorasi

: penjelajahan lapangan dengan tujuan memper-

oleh pengetahuan lebih banyak terutama

sumber-sumber alam di daerah tertentu

endogami

: perkawinan yang mengharuskan orang untuk

mencari jodoh di dalam lingkungan sosialnya

sendiri

estetis

: mengenai keindahan

evolusi

: perubahan secara berangsur-angsur dan

perlahan-lahan

filologi

: ilmu tata bahasa

folklore

: cerita rakyat

fonologi

: bidang dalam ilmu linguistik yang menyelidiki

bunyi-bunyi bahasa menurut fungsinya

fundamentalis

: penganut gerakan keagamaan yang bersifat

kolot dan reaksioner yang selalu merasa

kembali ke ajaran agama yang asli seperti yang

tersurat di dalam kitab suci

fundamenta-

lisme

: paham yang cenderung untuk memperjuangkan

sesuatu secara radikal

historis

: berkaitan dengan peristiwa masa lampau

holistik

: suatu pendekatan yang dilakukan dalam ilmu

antropologi, yaitu mengamati suatu kebudayaan

secara keseluruhan

hortikultura

: seni bercocok tanam sayur-sayuran, buah-

buahan, atau tanaman hias

Glosarium

133

inisiasi

: upacara peralihan

institusi

: lembaga

kakawin

: bentuk puisi pada kesusastraan Jawa Kuno

kasta

: golongan/derajat manusia dalam masyarakat

agama Hindu

klen

: kesatuan geneologis yang mempunyai kesatuan

tempat tinggal dan menunjukkan adanya

integrasi sosial

legenda

: cerita rakyat pada zaman dahulu yang ada

hubungannya dengan peristiwa sejarah

lingua franca

: bahasa pergaulan seluruh bangsa

linguistik

: ilmu telaah bahasa secara ilmiah

makrokosmos

: alam semesta

marga

: kelompok kekerabatan yang eksogam dan

unilinear, baik secara matrilineal maupun patri-

lineal.

matrilineal

: hubungan keturunan melalui garis kerabat

wanita saja

mitos

: cerita suatu bangsa tentang dewa dan pah-

lawan zaman dahulu, mengandung penafsiran

tentang asal-usul semesta alam, manusia, dan

bangsa tersebut mengandung arti mendalam

yang diungkapkan dengan cara gaib.

modifikasi

: pengubahan

monogami

: perkawinan sepasang suami dan istri

monoton

: berulang-ulang selalu sama nadanya

morfologi

: cabang dalam ilmu linguistik yang mencakup

kata dan bagian-bagian kata (morfem)

otoriter

: tidak memerhatikan nasihat orang lain

patrilineal

: hubungan keturunan melalui garis kerabat pria

saja

poligami

: seorang pria yang memiliki istri lebih dari satu

pranata

: lembaga

primitive

: keadaan yang sangat sederhana/belum maju

religi

: sistem kepercayaan

sakral

: suci, keramat

sekuler

: bersifat duniawi atau kebendaan

shaman

: seseorang yang mempunyai keahlian khusus

dalam pengobatan dan peramalan

sintaksis

: pengaturan dan hubungan kata dengan kata

atau satuan lain yang lebih besar

Antropologi SMA Jilid 1

134

sosialisasi

: usaha untuk merubah milik perseorangan

menjadi milik umum

supranatural

: hal-hal yang berada di luar jangkauan pikiran

manusia

tiwah

: upacara pembakaran mayat masyarakat suku

bangsa Dayak

transedensi

pribadi

: perasaan pribadi dengan menonjolkan hal-hal

yang bersifat kerohanian

transito

: sebagai tempat transit (singgah)

tumpeng

: nasi putih yang dibentuk kerucut

universal

:umum

wayang golek

: wayang yang terbuat dari kayu dan berbentuk

tiga dimensi

westernisasi

: meniru pola hidup orang-orang Barat

Indeks

135

Indeks Istilah

ambilineal, 20

amediorative or social problems, 37

animatisme, 64

animisme, 64

asosiasi, 90

basic personality structure, 82

batih, 25

bilateral, 11, 13

bilingual, 117

calung, 15

cort hats, 85

cross cousin, 3

culture area, 77

culture determinism, 82

culture lag, 41, 78

culture shock, 78

dekulturasi, 79

delinguency, 39

deviant personality, 86

deviant subculture, 80

difusi, 72, 73

directed planning, 78

discovery, 69, 71

eksploitasi, 84

eksplorasi, 84

endogami, 8

estetis, 57

etnomusikopologi, 60, 80

etnosentrisme, 40, 80

westernisasi, 79

folklore, 57

france, 66

fundamentalis, 62

fundamentalisme, 63

hipere, 26

hirarkis, 39

indian sioux, 65

inovasi, 69, 71

institusi, 90

intuitif, 29

invention, 69, 70, 71, 78

kakawin, 104

kampueng, 7

kawih, 15

kasta, 17

kinship behaviour, 11

klen, 24

kubing, 60

kuwu, 14

lingua franca, 56

marga, 4

matrilineal, 7

medicine man, 65

mestizo culture, 41, 42

modin, 13

monoton, 57

mutual intellingibility, 111

nonactin variety, 113

novice, 67

nunga, 4

patrilineal, 25

penetration pasifique, 73

penetration violente, 73

poligami, 25, 55

primitif, 60

prostitusi, 39

religion in action, 63

rimpal, 3

rites of passage, 62, 66

sakral, 12

Antropologi SMA Jilid 1

136

sanggah, 16

scientific of social problems, 37

social invention, 71

social planning, 43

socialitation, 82

super organic, 82

supranatural, 61, 62, 163

suro, 65

symbiotic, 73

syuklapaksa, 16

the great of spirit, 65

the power reasoning, 89

transito, 14

tumpeng, 13

universal, 53, 55, 60

varietes linguistik, 110

religion in action, 63

westernisasi, 73

white collar crime, 38

Indeks

137

Indeks Pengarang

Soekmono, 28, 29, 31, 39

Mahmoed Effendhie, 53

William A. Haviland, 61, 62, 63, 64, 65

Koentjaraningrat, 3, 4

Samsuri, 101

Soerjono Soekanto, 70

Supartono Widyosiswoyo, 27, 28, 30, 32, 34

Sudarno, 34

Antropologi SMA Jilid 1

138

Buku ini telah dinilai oleh Badan Standar Nasional

Pendidikan (BSNP) dan telah dinyatakan layak sebagai

buku teks pelajaran berdasarkan Peraturan Menteri

Pendidikan Nasional Nomor

27

Tahun 200

7

tanggal

25

Juli 2007 tentang Penetapan Buku Teks yang Memenuhi

Syarat Kelayakan untuk Digunakan dalam proses pembe-

lajaran.

ISBN 978-979-068-222-1 (nomor jilid lengkap)

ISBN 978-979-068-224-5

Harga Eceran Tertinggi (HET) Rp7.824,-